*Purnawanto, S.Pd, M.Si
Sering
kali terjadi dalam kehidupan sehari–hari jika seorang anak meraih prestasi
yang membanggakan , lantas sang ayah berkata: “Siapa dulu bapaknya?“, atau
sang ibu berkata: “Siapa dulu ibunya?“. Namun, jika seorang anak
memperoleh prestasi yang mengecewakan orang tua berucap lirih: “Siapa dulu
gurunya?“.
Hal tersebut adalah sikap tak adil. Ki Hajar Dewantara, selaku Bapak Pendidikan Indonesia menegaskan bahwa pendidikan
harus dilakukan secara kooperatif antara keluarga , sekolah dan masyarakat.
Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama dan terpenting, karena keluargalah
pondasi utama pembentukan intelligence quotient (IQ) dan emotional quotient (EQ).
Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional juga menegaskan bahwa
pendidikan adalah tangungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Sekolah adalah fase kedua dari pendidikan pertama dalam keluarga,
karena pendidikan pertama dan utama diperoleh anak dari keluarganya. Pada masa
inilah peletakan fondasi belajar harus tepat dan benar. Jika pada fase ini
orang tua salah dalam memformat semangat belajar anak, maka kelak akan
berpengaruh terhadap sikap anak menghadapi fase sekolah , karena pada dasarnya setiap
anak terlahir dalam keadaan jenius , orangtualah yang membuat anak tidak mampu
mengakumulasikan kejeniusannya.
Di sisi lain, peralihan dari
pendidikan informal (keluarga) ke pendidikan formal (sekolah) memerlukan kerjasama antara
orangtua dan sekolah/pendidik. Kesalahan orang tua yang fatal adalah
menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab pendidikan anaknya kepada sekolah/pendidik, karena waktu anak berada di sekolah lebih kecil dibanding dengan
waktu anak di luar sekolah (rumah/masyarakat). Selain itu, orang tua
beranggapan bahwa sekolahlah yang bertanggungjawab terhadap perkembangan IQ dan
EQ anaknya. Anggapan tersebut sangat keliru, karena membangun kecerdasan IQ
dan EQ anak diperlukan perlakuan yang sinergi dan kongruen antara sekolah dan
orang tua juga masyarakat.
Kerjasama antara sekolah dan orangtua sangat perlu dan telah
disadari oleh banyak pihak, sehingga dalam merancang kebijakan manajemen
berbasis sekolah (MBS) menempatkan peranan orangtua sebagai salah satu pilar
keberhasilannya.
Berbagai penelitian tentang
peranan orangtua menunjukkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan
prestasi belajar anaknya, diikuti dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio-emosional, kedisiplinan, serta aspirasi anaknya untuk belajar sampai di
Perguruan Tinggi, bahkan setelah bekerja dan berkeluarga (NCES: 1998, Daugherti
dan Kurosaka: 2002).
Berdasarkan hasil penelitian di AS
terhadap 15.000 remaja sebagai sampelnya,
menunjukkan bahwa jika peranan orangtua dalam pendidikan anak berkurang/terabaikan atau tak dilakukan maka terjadi peningkatan yang signifikan
terhadap:
1.
Jumlah anak putri belasan tahun
hamil di luar / tanpa menikah ,
2.
Kriminalitas yang dilakukan
oleh anak-anak , dan
3.
Patologi psiko - sosial
(Daugherti dan
Kurosaka: 2002).
Peranan Orangtua.
Ada
banyak peranan orang tua yang dapat dikembangkan dalam upaya menopang prestasi
belajar anaknya , antara lain :
1.
Memberi motivasi .
Motivasi merupakan dorongan agar seseorang melakukan
suatu tindakan/kegiatan. motivasi belajar sebaiknya ditanamkan sejak anak
berusia dini. Dalam lima tahun pertama yang
disebut The Golden Years,
seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Pada usia
ini 90% dari fisik otak anak sudah terbentuk. Karena itu, di masa inilah
anak-anak seyogyanya mulai diarahkan / diformat semangat belajarnya . Karena
saat-saat keemasan ini tidak akan terjadi dua kali . Sebagai orang tua yang
proaktif kita harus memperhatikan benar hal - hal yang berkenaan dengan
perkembangan belajar sang buah hati .
Namun sayang, pada masa usia
seperti ini orang tua selalu salah langkah dalam memformat pendidikan anak sehingga mematikan daya ingin tahu anak dan
kreativitas anak. Orangtua cenderung marah ketika dimasa kecil anaknya cerewet
banyak bertanya secra terus–menerus berkesinambungan bahkan tidak rasional.
Padahal, pada saat itu anak sedang membangun pengetahuannya berdasarkan
kemampuan otaknya, namun orangtuanya memadamkan rasa ingin tahunya. Atau orangtua cenderung marah ketika
dinding rumahnya penuh coretan atau rumahnya berserakan dengan permainan
anaknya. Padahal, saat itu anak sedang membangun kreativitasnya dan
mengaktualisasikan interpersonal intelegensinya dalam dunia bermain.
Yang terlupakan orangtua bahwa dunia
anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak belajar; belajar berinteraksi, belajar berkomunikasi, belajar membangun kemampuan berfikir rasional (konstruksivisme) dan sebagainya .
Jika hal–hal kecil seperti di
atas terbunuh oleh kemalasan dan ketidaksabaran
orang tua, wajar jika kelak anak di sekolah takut bertanya, takut
memberi tanggapan maupun komentar, takut bereksperimen dan selalu bersikap
diam tak bereaksi ketika proses pembelajaran berlangsung. Sehingga dalam
proses pembelajaran siswa cenderung pasif
mendengar dan menunggu. Inilah buah pendidikan pertama di keluarga yang
sangat merugikan pendidikan anak.
2.
Memberi makanan yang
bergizi .
Sebuah slogan tertera dalam buku The Learning
Revolution “Otak anda adalah apa yang ada makan“. Jika anak
kita diberi makan kerupuk, kerupuklah kualitas otak anak kita. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical
Journal Inggris tahun 2001, menjelaskan bahwa memberikan nutrisi yang cukup untuk otak si kecil sangat berpengaruh
pada perkembangan sistem saraf pusat dan kemampuan kognitif di masa selanjutnya.
Banyak didapati anak–anak
peserta didik menguap (seperti mengantuk) saat belajar pada pagi hari, hal
itu bukan disebabkan anak kurang tidur. Tetapi otak kekurangan energi untuk
berpikir pada tingkat tinggi (high order thinking), sehingga otak mudah lelah
dan anak seperti mengantuk.
Fasilitas belajar yang paling
esensial pada tubuh manusia adalah otak. Jadi, jika ingin cerdas, selain
rajin belajar juga otak perlu di beri makanan yang berguna untuk membangun sel–sel otak yang berperan mengoptimalkan fungsi memori kerja otak.
Dari studi yang dilakukan di The
University of Kentucky Chandler Medical Center, Amerika Serikat, terbukti
IQ bayi yang diberi ASI jauh lebih tinggi dibanding dengan yang tidak diberi
ASI. Dan, pada saat anak mulai diberikan makanan padat, kebutuhan asam lemak
anak bisa dipenuhi dengan memberikan ikan, telur bebek, susu yang diperkaya DHA
dan ARA, dua nutrisi yang penting untuk pertumbuhan otak dan mata si kecil.
Glukosa dari makanan yang kaya
karbohidrat merupakan bahan bakar otak yang amat penting agar otak berfungsi
optimal. Proses pengolahan informasi dan mengingat dapat berjalan dengan baik
jika terpenuhinya kebutuhan glukosa otak tersebut. Ini semua bisa didapatkan
dengan memberikan anak berbagai jenis kacang-kacangan, kentang, buah-buahan
seperti pisang, sawo, serta sayur-sayuran misalnya daun singkong .
Protein Pembentukan
Neurotransmiter adalah senyawa asam amino yang berperan terhadap proses pengolahan
informasi di otak. Kadar senyawa ini amat berpengaruh terhadap seberapa banyak
protein yang ada dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari .Kebutuhan senyawa
ini bisa didapat dari ikan, daging, keju, yogut dan kacang-kacangan.
Sedangkan kebutuhan buah-buahan, sayur-sayuran yang diperkaya antioksidan
amat diperlukan untuk melindungi otak dari proses kerusakan sel-sel otak yang
dapat menyebabkan kesulitan dalam mengingat, dan berakibat proses belajarpun
jadi lamban.
3.
Menyediakan fasilitas
belajar yang memadai .
Fasilitas
belajar dapat berupa meja belajar, tempat/kamar belajar, lampu belajar dan
suasana belajar . Jika orang tua menginginkan anaknya betah belajar dan nyaman
dalam belajar, maka fasilitas belajar yang nyaman harus disediakan. Bagaimana
mungkin anak akan betah belajar jika ketika ia belajar suara keluarga lainnya
tertawa gembira menonton acara televisi, meja belajar tidak ada serta lampu
belajarpun menyakitkan/menyilaukan mata.
Di samping itu, orangtua sebaiknya mengetahui modalitas
belajar anaknya, sehingga orangtua dapat memfasilitasi kebutuhan belajar
anaknya sesuai dengan modalitas belajar anaknya.
4.
Membelikan buku dan
alat-alat tulis
Buku
merupakan salah satu sumber belajar, dan masih banyak lagi sumber belajar
selain buku. Semakin banyak sumber belajar yang dapat diakses oleh anak,
semakin baik bagi anak untuk memperkaya pengetahuan anak.
Kelemahan anak–anak didik kita saat ini adalah hanya
mengandalkan guru sebagai satu–satunya sumber belajar. Padahal masih banyak
lagi sumber belajar lain seperti perpustakaan, majalah, koran, buku
penunjang diluar buku sekolah, bahkan internet.
5.
Memberitahu bagaimana
mengatur jadwal kegiatan belajar.
Belajar di rumah
merupakan kebiasaan yang perlu ditanamkan pada anak. Orang tua dapat
membantu anak membuat jadwal belajar secara teratur dan terencana. Setelah
jadwal tersusun, orangtua harus mengawasi dan mendampingi anaknya belajar
serta menciptakan kondisi belajar yang nyaman dan menyenangkan.
Orang tua harus mengatur waktu anak untuk menonton
televisi atau acara lainnya. Jangan biasakan anak belajar sambil menonton
televisi, jika orang tua menginginkan
prestasi belajar yang gemilang.
6.
Menandatangani buku
konsultasi/PR.
Sebagai wujud perhatian yang tepat, orang tua harus
menandatangai buku konsultasi/PR anaknya. Dengan demikian, orangtua dapat
mengetahui tingkat perkembangan kemampuan akademik anaknya dan perkembangan
kemajuan belajar anaknya, sehingga dapat menentukan langkah–langkah tindakan
yang tepat untuk kemajuan prestasi belajar anaknya.
7.
Memberitahu langkah-langkah yang harus dilakukan dalam belajar
Ketika anak
menghadapi kesulitan dalam hal belajar, orang tua dapat membantu menemukan
langkah–langkah atau memberitahukan langlah–langkah penyelesaiannya, atau
berkonsultasi dengan guru di sekolah untuk mengatasi permasalahan belajar
anaknya.
Banyak anak gagal dalam belajar bukan karena kemampuan anak rendah, tetapi
kebanyakan anak tidak mengetahui bagaimana cara belajar yang tepat. Orangtua harus dapat mengetahui modalitas belajar yang dimiliki oleh
anaknya, sehingga orangtua dapat mengarahkan cara belajar yang tepat untuk
anaknya.
8.
Mengecek apakah anak
sudah belajar/mengerjakan tugas-tugasnya
Sebagian besar anak–anak pelajar kita tidak belajar
jika tidak ada PR. Jadi mereka belajar, jika ada PR. PR dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat penguasaan materi peserta didik. Orang tua dapat membimbing
anak menyelesaikan PR jika anak memang butuh bimbingan, atau menghadirkan guru
privat untuk mendampingi serta membimbing anak ketika belajar di rumah jika
memang diperlukan oleh anak.
9.
Menanyakan nilai/hasil
belajar anak
Untuk
mengetahui tingkat kemajuan belajar anaknya, orangtua harus sering menanyakan
nilai hasil ulangan harian maupun nilai hasil pekerjaan rumah anaknya. Jika
hasilnya baik, orangtua perlu memberi penguatan terhadap keberhasilan anaknya.
Penguatan/afirmasi dapat berupa pujian, pengakuan atau hadiah sebagai
penghargaan terhadap kesuksesan anaknya dalam belajar.
Namun, jika anak tidak/kurang berhasil orangtua
harus memberi support/motivasi untuk belajar lebih giat lagi. Bukan mencerca
dan menghujat dengan kata–kata; bodoh, tolol, dan sebagainya yang akan
membuat anak kurang percaya diri dan kehilangan semangat belajar.
10.
Menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak
Tidak
semua anak dapat mengatasi kesulitannya sendiri. Sebaiknya orang tua
mengetahui kesulitan–kesulitan apa yang dihadapi si anak jika orangtua
menginginkan anaknya berprestasi dalam belajar. Jika kesulitan anak tidak
dapat diatasi sendiri oleh orangtua, sebaiknya orang tua mencari penyelesaian
dengan bantuan oranglain. Misalnya anak mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal–soal pekerjaan rumah matematika karena tingkat penguasaan
materi anak yang lemah. Orangtua dapat mencari pendamping belajar anak agar
anak tidak tertinggal dalam mata pelajaran tersebut.
11.
Menjelaskan mengapa anak
perlu belajar dan sekolah dengan rajin
Menjelaskan dan menanamkan pentingnya belajar terhadap
anak adalah sangat penting. Dengan memberi contoh pada kehidupan nyata akibat
orang yang tidak mau belajar dapat memotivasi anak untuk giat belajar. Namun
penjelasan saja tidak cukup jika orangtua tidak memfasilitasi kebutuhan belajar. Jadi agar anak mau belajar, sediakanlah sarana dan prasarana belajar agar
anak memperoleh kemudahan untuk belajar.
Alangkah ironisnya, jika anak kita suruh belajar
namun tidak ada sarana yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
12.
Memberitahukan hal-hal apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak di sekolah dan rumah dalam belajar
Belajar tentunya mempunyai tujuan. Untuk mencapai
tujuan belajar, orangtua harus berupaya menyingkirkan segala rintangan yang
dapat menghalangi tercapainya tujuan belajar anaknya dengan memberitahukan hal–hal yang dapat
menopang keberhasilan belajar anaknya serta hal–hal yang dapat menghambat
keberhasilan belajar anaknya. Dengan demikian anak dapat memilih tindakan/kegiatan yang tepat dan benar.
Selanjutnya orangtua mengawasi secara tepat
kegiatan anaknya.
13.
Menegur bila anak lalai
tugas / tanggung jawab .
Bila anak lalai dalam mengerjakan tugasnya orangtua
harus berani menegur. Namun teguran yang mengandung nilai pendidikan, bukan
cercaan, makian dan hujatan. Hal ini perlu, untuk mengontrol anak tetap
berada di jalur yang benar.
Namun teguran dan pujian/afirmasi haruslah
terlaksana dengan seimbang. Kadangkala ketika anak melakukan tindakan yang
tepat/berprestasi orangtua bersikap diam seribu basa, namun ketika anaknya
lalai orangtua marah bahkan menghujat.
14. Memberi contoh teladan
Keteladan merupan hal terpenting dalam kehidupan anak. Kadangkala anak tidak menemukan kesesuaian apa yang ia peroleh dalam
pembelajaran dengan sikap perilaku orangtuanya. Semakin banyak
ketidaksesuaian yang ia peroleh akan membuat anak berantipati dengan
orangtuanya.
Dalam hal belajar, ketika orangtua menyuruh anaknya
untuk belajar, sebaiknya orangtua juga mengambil buku/bacaan lain untuk
membaca/belajar bersama anaknya. Bukan nonton televisi atau putar CD
sehingga anaknya merasa cemburu dan sebagainya.
Jadi berilah
keteladanan pada anak, karena pada dasarnya anak adalah imitasi dari
orangtuanya. Keteladanan merupakan metode pendidikan terbaik.
Penutup
Belajar
dapat diumpamakan seperti seseorang yang
ingin membuat teh manis. Air adalah subjek belajar (siswa), gula adalah
materi pembelajaran (ilmu pengetahuan) dan sendok/pengaduk adalah
katalisator pembelajaran (guru). Jika airnya panas, gula akan larut tanpa
mesti diaduk, cukup digoyang perlahan. Namun, jika airnya tidak panas/dingin, perlu tenaga ekstra untuk mengaduknya. Orangtua juga dapat berperan sebagai
katalisator pembelajaran ketika anak berada di rumah dengan berupaya
meningkatkan peran sertanya dalam menopang prestasi belajar anaknya.
Jadi, prestasi belajar seorang anak
bukanlah semata tanggungjawab seorang guru. Orangtua juga punya konstribusi
besar dalam menopang prestasi belajar anaknya. Karena sumber belajar bukan
hanya guru. Guru adalah salah satu sumber belajar diantara sekian banyak
sumber belajar.
Jika orangtua mau melakukan ini,
bolehlah berucap: “SIAPA DULU BAPAKNYA/IBUNYA“ .
Daftar Pustaka
1. Anonim, (2002). Nutrisi Otak
Agar Anak Cerdas. Website Balita Cerdas.
2. Dryden G; & Jeannette Vos,
(2002). Revolusi Cara Belajar. Bandung: Penerbit Kaifa.
3. LP3 UMY (2003). Majalah
Pendidikan–Gerbang. Jakarta
4. Porter, B De & Hernacki,
Mike (2001). Quantum
Learning. Bandung: Penerbit Kaifa.
5. Slameto, (2003). Peranan Ayah Dalam Pendidikan
Anak. Website Depdiknas
0 komentar:
Post a Comment